Jumat, 11 Desember 2009

Peptic Ulcer Desease

Peptic Ulcer Desease (PUD) atau ulkus peptikum adalah tukak atau luka pada lapisan saluran cerna bagian atas ( gastric = lambung dan duodenal = usus 12 jari) yang terjadi akbat "termakan" oleh asam lambung dan pepsin.

Penyebab Penyebab PUD melibatkan banyak faktor. Umumnya bakteri Helicobacter pylori (HP), Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) dan faktor lain yg "mengikis" pertahanan mukosa dan mekanisme penyembuhan normal. Asam lambung menjadi faktor independen kerusakan mukosa. Sekresi asam lambung yg berlebihan ditemui pada pasien penderita Duodenal Ulcer (DU) yg kemungkinan terjadi akibat infeksi HP. Sekresi asam pada penderita Gastric Ulcer (GU) biasanya normal bahkan rendah.

OAINS menyebabkan kerusakan mukosa melalui 2 mekanisme :
1) iritasi langsung terhadap epitel lambung,
2) inhibisi atau penghambatan enzim cyclooxigenase-1 (COX-1) yg akibatnya menurunkan sintesa prostaglandin.

Pertahanan dan mekanisme perbaikan mukosa melibatkan sekresi mukus dan bikarbonat, pertahan intrinsik sel epitel dan lairan darah mukosa. Pemeliharaan dan perbaikan integritas mukosa diperantarai oleh produksi prostaglandin endogen.

Kopi, teh, minuman kola, bir, susu, dan makanan pedas bisa menyebabkan dispepsia tapi tidak meningkatkan resiko PUD. Konsumsi etanol konsentrasi tinggi menyebabkan kerusakan mukosa lambung secara akut dan pendarahan sal cerna bagian atas tapi bukan penyebab ulcer.

Gejala klinis

Ciri khas dari ulkus adalah cenderung sembuh dan kambuh kembali. Gejalanya bervariasi tergantung dari lokasinya dan usia penderita. Anak-anak dan usia lanjut bisa tidak memiliki gejala yang umum atau bisa tidak memiliki gejala sama sekali.

Hanya separuh dari penderita yang memiliki gejala khas dari ulkus duodenalis, yaitu nyeri lambung, perih, panas, sakit, rasa perut kosong dan lapar. Nyeri cenderung dirasakan pada saat perut kosong. Penderita sering terbangun pada jam 1-2 pagi karena nyeri. Nyeri sering muncul satu kali atau lebih dalam satu hari, selama satu sampai beberapa minggu dan kemudian bisa menghilang tanpa pengobatan. Tetapi nyeri biasanya akan kambuh kembali, dalam 2 tahun pertama dan kadang setelah beberapa tahun. Penderita biasanya memiliki pola tertentu dan mereka mengetahui kapan kekambuhan akan terjadi (biasanya selama mengalami stres).

Gejala ulkus gastrikum seringkali tidak memiliki pola yang sama dengan ulkus duodenalis. Makan bisa menyebabkan timbulnya nyeri, bukan mengurangi nyeri. Ulkus gastrikum cenderung menyebabkan pembengkakan jaringan yang menuju ke usus halus, sehingga bisa menghalangi lewatnya makanan yang berasal dari lambung. Hal ini bisa menyebabkan perut kembung, mual atau muntah setelah makan.

Komplikasi

Sebagian besar ulkus bisa disembuhkan tanpa disertai komplikasi lanjut. Tetapi pada beberapa kasus, ulkus peptikum bisa menyebabkan komplikasi yang bisa berakibat fatal, seperti penetrasi, perforasi, perdarahan dan penyumbatan.

Penetrasi : Sebuah ulkus dapat menembus dinding otot dari lambung atau duodenum dan sampai ke organ lain yang berdekatan, seperti hati atau pankreas.

Perforasi : Ulkus di permukaan depan duodenum atau (lebih jarang) di lambung bisa menembus dindingnya dan membentuk lubang terbuka ke rongga perut.

Perdarahan : Perdarahan adalah komplikasi yang paling sering terjadi.
Gejala dari perdarahan karena ulkus adalah:
- muntah darah segar atau gumpalan coklat kemerahan yang berasal dari makanan yang sebagian telah dicerna,yang menyerupai endapan kopi
- tinja berwarna kehitaman atau tinja berdarah.

Penyumbatan : Pembengkakan atau jaringan yang meradang di sekitar ulkus atau jaringan parut karena ulkus sebelumnya, bisa mempersempit lubang di ujung lambung atau mempersempit duodenum. Penderita akan mengalami muntah berulang, dan seringkali memuntahkan sejumlah besar makanan yang dimakan beberapa jam sebelumnya.

Terapi NonFarmakologi Salah satu segi pengobatan ulkus duodenalis atau ulkus gastrikum adalah menetralkan atau mengurangi keasaman lambung. Proses ini dimulai dengan menghilangkan iritan lambung (misalnya obat anti peradangan non-steroid, alkohol dan nikotin). Makanan cair tidak mempercepat penyembuhan maupun mencegah kambuhnya ulkus. Tetapi penderita hendaknya menghindari makanan yang tampaknya menyebabkan semakin memburuknya nyeri dan perut kembung.

Terapi Farmakologi 1) Antasid. Antasid mengurangi gejala, mempercepat penyembuhan dan mengurangi jumlah angka kekambuhan dari ulkus. Sebagian besar antasid bisa diperoleh tanpa resep dokter. Kemampuan antasid dalam menetralisir asam lambung bervariasi berdasarkan jumlah antasid yang diminum, penderita dan waktu yang berlainan pada penderita yang sama.
Pemilihan antasid biasanya berdasarkan kepada rasa, efek terhadap saluran pencernaan, harga dan efektivitasnya. Tablet mungkin lebih disukai, tetapi tidak seefektif obat sirup.

a. Antasid yang dapat diserap.

Obat ini dengan segera akan menetralkan seluruh asam lambung.
Yang paling kuat adalah natrium bikarbonat dan kalsium karbonat, yang efeknya dirasakan segera setelah obat diminum. Obat ini diserap oleh aliran darah, sehingga pemakaian terus menerus bisa menyebabkan perubahan dalam keseimbangan asam-basa darah dan menyebabkan terjadinya alkalosis (sindroma alkali-susu). Karena itu obat ini biasanya tidak digunakan dalam jumlah besar selama lebih dari beberapa hari.

b. Antasid yang tidak dapat diserap.

Obat ini lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit, tidak menyebabkan alkalosis.
Obat ini berikatan dengan asam lambung membentuk bahan yang bertahan di dalam lambung, mengurangi aktivitas cairan-cairan pencernaan dan mengurangi gejala ulkus tanpa menyebabkan alkalosis. Tetapi antasid ini mempengaruhi penyerapan obat lainnya (misalnya tetracycllin, digoxin dan zat besi) ke dalam darah.

c. Alumunium Hidroksida.

Merupakan antasid yang relatif aman dan banyak digunakan. Tetapi alumunium dapat berikatan dengan fosfat di dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi kadar fosfat darah dan mengakibatkan hilangnya nafsu makan dan lemas. Resiko timbulnya efek samping ini lebih besar pada penderita yang juga alkoholik dan penderita penyakit ginjal (termasuk yang menjalani hemodialisa). Obat ini juga bisa menyebabkan sembelit.

d. Magnesium Hidroksida.

Merupakan antasid yang lebih efektif daripada alumunium hidroksida.
Dosis 4 kali 1-2 sendok makan/hari biasanya tidak akan mempengaruhi kebiasaan buang air besar; tetapi bila lebih dari 4 kali bisa menyebabkan diare. Sejumlah kecil magnesium diserap ke dalam darah, sehingga obat ini harus diberikan dalam dosis kecil kepada penderita yang mengalami kerusakan ginjal. Banyak antasid yang mengandung magnesium dan alumunium hidroksida.


2) Obat-obat ulkus. Ulkus biasanya diobati minimal selama 6 minggu dengan obat-obatan yang mengurangi jumlah asam di dalam lambung dan duodenum. Obat ulkus bisa menetralkan atau mengurangi asam lambung dan meringankan gejala, biasanya dalam beberapa hari.

a. Sucralfat

Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung di dasar ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk mengobati ulkus peptikum dan merupakan pilihan kedua dari antasid. Sucralfate diminum 3-4 kali/hari dan tidak diserap ke dalam darah, sehingga efek sampingnya sedikit, tetapi bisa menyebabkan sembelit.

b.Antagonis H2.

Contohnya adala h ranitidine, cimetidine famotidine dan nizatidine. Obat ini mempercepat penyembuhan ulkus dengan mengurangi jumlah asam dan enzim pencernaan di dalam lambung dan duodenum. Diminum 1 kali/hari dan beberapa diantaranya bisa diperoleh tanpa resep dokter. Pada pria cimetidine bisa menyebabkan pembesaran payudara yang bersifat sementara dan jika diminum dalam waktu lama dengan dosis yang tinggi bisa menyebabkan impotensi. Perubahan mental (terutama pada penderita usia lanjut), diare, ruam, demam dan nyeri otot telah dilaporkan terjadi pada 1% penderita yang mengkonsumsi cimetidine. Jika penderita mengalami salah satu dari efek samping tersebut diatas, maka sebaiknya cimetidine diganti dengan antagonis H2 lainnya. Cimetidine bisa mempengaruhi pembuangan obat tertentu dari tubuh (misalnya teofilin untuk asma, warfarin untuk pembekuan darah dan phenytoin untuk kejang).

c. Pompa Proton Inhibitor (PPI)

Contohnya omeprazole dan lansoprazole. Merupakan obat yang sangat kuat menghambat pembentukan enzim yang diperlukan lambung untuk membuat asam. Obat ini dapat secara total menghambat pelepasan asam dan efeknya berlangsung lama. Terutama efektif diberikan kepada penderita esofagitis dengan atau tanpa ulkus esofageal dan penderita penyakit lainnya yang mempengaruhi pembentukan asam lambung (misalnya sindroma Zollinger-Ellison).

d. Antibiotik.

Digunakan bila penyebab utama terjadinya ulkus adalah Helicobacter pylori.
Pengobatan terdiri dari satu macam atau lebih antibiotik dan obat untuk mengurangi atau menetralilsir asam lambung. Yang paling banyak digunakan adalah kombinasi bismut subsalisilat (sejenis sucralfate) dengan tetracyclin dan metronidazole atau amoxycillin. Kombinasi efektif lainnya adalah omeprazole dan antibiotik. Pengobatan ini bisa mengurangi gejala ulkus, bahkan jika ulkus tidak memberikan respon terhadap pengobatan sebelumnya atau jika ulkus sering mengalami kekambuhan.

e. Misoprostol.

Digunakan untuk mencegah ulkus gastrikum yang disebabkan oleh obat-obat anti peradangan non-steroid. Obat ini diberikan kepada penderita artritis yang mengkonsumsi obat anti peradangan non-steroid dosis tinggi. Tetapi obat ini tidak digunakan pada semua penderita artritis tersebut karena menyebabkan diare (pada 30% penderita).

Selasa, 03 November 2009

PARAMETER FARMAKOKINETIK

pertama kalinya posting,,hehee

Kata " farmakokinetika" berasal dari kata-kata "pharmacon", kata Yunani untuk obat dan racun, dan "kinetic". Jadi "farmakokinetika" adalah ilmu yang mempelajari kinetika obat, yang dalam hal ini berarti kinetika obat dalam tubuh. (atau gampangnya tuh obat diapain aja sih ama tubuh,,hehee..). Proses-proses yang akan menentukan kinetika obat dalam tubuh meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.

Penelitian farmakokinetik suatu zat aktif merupakan penelitian identifikasi dan penetapan konsentrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu sehingga dapat menggambarkan model parametrik yang khas.

Jadi kita bisa bikin suatu kurva yg ngegambarin profil obat di dalam tubuh berdasarkan konsentrasi tiap waktunya.. Penting untuk tahu konsentrasi obat dalam plasma karena obat memerlukan kadar minimum yg harus dicapai (bervariasi pada setiap obat) untuk dapat memberikan efek. Posisi kadar ini pada grafik disebut sebagai MEC (Minimum efective concentration).. Sedangkan obat juga punya kadar maksimum yg gak boleh dilewatin,klo lewat bisa menimbulkan toksisitas alias keracunan, biasa disebut dg MTC (Minimum toxic concentration)..

Waktu mula kerja (biasa disebut waktu onset obat) berarti dimulai saat kadarnya mencapai MEC saat absorbsi,,klo diberikan secara i.v. obat nggak ngalamin absorbsi karna langsung masuk pembuluh darah dengan bantuan jarum suntik, jadi waktu yg diperlukan untuk onset cuma beberapa detik aja n bisa dianggap pada waktu ke-nol.. Selanjutnya kadar obat akan naik sampai maksimum kemudian turun akibat obat didistribusikan dan mengalami eliminasi..

Sedangkan lama kerja obat adalah selisih waktu antara waktu mula kerja dan waktu yang diperlukan obat turun kembali (akibat dieliminasi) ke MEC..

Intensitas efek frmakologi suatu obat sebanding dg jumlah/konsentrasi obat karena mampu menuduki lebih banyak reseptor.. Jadi lebih tinggi kadar suatu obat dalam plasma efek farmakologinya lebih besar..(asal jangan lewat MTC klo g mw keracunan,,hhee). AUC (Area Under Curve) atau area di bawah kurva memberikan gambaran jumlah obat yg diabsorbsi secara sistemik..

Dari kurva yg terbentuk dapat ditentukan Laju atau Kecepatan Absorbsi (Ka) dan Laju Eliminasinya (K) melalui suatu persamaan garis. Dari konstanta tersebut kita dapat menentukan berapa nilai waktu paruh (T 1/2), kemudian Volume distribusi (Vd) dan Klirens (Cl) suatu obat.

Konstanta laju eliminasi suatu obat dalam plasma secara umum mengikuti laju reaksi orde -satu, yg berarti penurunan persentase kadar obat konstan seiring bertambahnya waktu. Jadi persamaan garisnya mengikuti Cpt = Cp0 e^-kt
atau jika di plot pada kertas semi log didapat persamaan garis lurus (y = a + bx).
Ln Cpt = Ln Cpo - kt, atau
Log Cpt = Log Cpo - kt/2,303

Waktu paruh menjelaskan waktu yg diperlukan obat saat kadarnya menjadi tinggal setengahnya.
Lebih jelasnya bisa liat di gambar..





















Jadi parameter farmakokinetika suatu obat meliputi :
1. Tetapan Laju absorbsi (Ka)
2. Tetapan Laju eliminasi (K)
3. Waktu paruh (T1/2), Volume distribusi (Vd) dan Klirens (Cl)
4. AUC, Tmax dan Cmax, serta durasi kerja obat..